![]() |
Tantrum bukan sekadar drama, tapi sinyal emosi yang perlu dipahami |
Setiap orang tua pasti pernah dihadapkan pada situasi yang melelahkan saat anak tiba-tiba menangis keras, berguling, atau menjerit karena keinginannya tidak terpenuhi. Di rumah, di minimarket, bahkan saat sedang menghadiri acara keluarga tantrum bisa datang kapan saja, tanpa aba-aba.
Banyak orang tua merasa bingung dan kewalahan. Apa yang harus dilakukan? Apa harus ditenangkan, dibiarkan, atau malah dimarahi? So mari kita bahas cara menghadapi anak tantrum secara bijak, dengan pendekatan yang empatik, ilmiah, dan praktis. Bila kamu ingin memahami lebih dalam dasar keilmuannya, bisa juga membaca artikel Parenting Berdasarkan Sains sebagai pelengkap.
- Mengapa Anak Sering Tantrum? Pahami Penyebabnya Dulu
- Saat Anak Tantrum di Tempat Umum, Apa yang Harus Dilakukan?
- Tantrum pada Anak Usia 2–5 Tahun, Perlu Penanganan Berbeda
- Mengatasi Tantrum Anak Balita dengan Pendekatan Ilmiah
- Contoh Kasus Anak Tantrum dan Solusi yang Efektif
- Penutup: Hadapi Tantrum dengan Empati, Bukan Emosi
Mengapa Anak Sering Tantrum? Pahami Penyebabnya Dulu
Sebelum terburu-buru mencari solusi, penting bagi orang tua untuk memahami penyebab anak tantrum. Tantrum adalah bagian dari perkembangan emosi anak, bukan tanda kenakalan.
Orang tua perlu mengenal
perilaku tantrum
pada anak.
7 Cara Menghadapi Anak Tantrum agar Cepat Tenang
1. Dekatkan diri secara fisik
2. Gunakan suara lembut dan stabil
Jangan lawan amarah anak dengan suara keras. Justru gunakan nada yang lembut, stabil, dan tenang saat berbicara. Ini akan memberi sinyal bahwa situasi aman dan tidak membahayakan.
Kamu bisa katakan kalimat sederhana seperti:
"Mama tahu kamu lagi marah. Mama di sini ya."
Ini akan membantu anak belajar bahwa emosi bisa ditenangkan, bukan dilawan.
3. Berikan validasi emosi
Kadang kita tergoda untuk langsung bilang, “Sudah, jangan nangis,” padahal anak sedang kesulitan menyalurkan emosinya. Validasi emosi anak adalah kunci akui dulu perasaannya tanpa langsung mengoreksi.
"Kamu kecewa karena mainannya diambil, ya? Itu memang bikin marah."
Dengan begitu, anak merasa dimengerti, dan lebih cepat siap untuk diajak berdiskusi setelah emosinya reda.
4. Alihkan perhatian
Setelah emosi mulai turun, kamu bisa tawarkan aktivitas yang disukai anak: menggambar, membaca buku, atau sekadar berjalan-jalan kecil di halaman. Mengalihkan perhatian saat tantrum belum terlalu intens bisa mencegah ledakan emosi lebih besar.
Tapi ingat, ini bukan berarti mengabaikan masalah melainkan membantu anak berpindah dari mode “melawan” ke mode “tenang”.
5. Berikan pilihan terbatas
Memberi anak kesempatan memilih, meskipun dalam ruang terbatas, bisa membantu mereka merasa tetap punya kendali. Misalnya:
Anak akan lebih mudah tenang ketika merasa dia punya “suara” dalam keputusan kecil.
6. Pertahankan rutinitas harian
Anak yang lelah, lapar, atau terlalu banyak stimulasi cenderung lebih mudah tantrum. Oleh karena itu, jaga rutinitas harian seperti jam tidur, makan, dan waktu bermain, agar sistem tubuh dan emosinya lebih stabil.
Rutinitas juga memberi rasa aman dan prediktabilitas dua hal penting yang dibutuhkan anak di usia emas pertumbuhannya.
7. Evaluasi setelah anak tenang
Setelah badai reda, jangan langsung kembali ke aktivitas biasa. Gunakan momen tenang untuk berdialog, sesuaikan dengan usia anak.
“Tadi kamu marah banget ya… Kira-kira lain kali kalau marah, kita bisa ngomong apa, ya?”
Ajari anak untuk mengenali emosi, menyebutkannya, dan mencari cara lain untuk menyalurkannya. Inilah proses panjang melatih kecerdasan emosional anak sejak dini.
![]() |
7 cara empatik menghadapi anak tantrum agar cepat tenang dan lebih terkendali. |
Saat Anak Tantrum di Tempat Umum, Apa yang Harus Dilakukan?
Menghadapi anak tantrum di tempat umum memang terasa menantang. Rasa malu, tekanan sosial, dan pandangan orang lain sering kali membuat orang tua panik.
Dalam situasi seperti ini, cari tempat yang lebih tenang, dekati anak dengan empati, dan tetap tenang. Hindari memberi apa pun hanya untuk “menenangkan sementara”. Hal ini bisa memperkuat perilaku tantrum sebagai alat untuk mendapatkan keinginan.
Fokuskan perhatian pada anak, bukan pada pandangan sekitar.
Tantrum pada Anak Usia 2–5 Tahun, Perlu Penanganan Berbeda
Usia 2–5 tahun adalah masa perkembangan emosi yang sangat intens. Di fase ini, tantrum menjadi bagian dari eksplorasi emosi anak.
Tips menghadapi anak tantrum usia 2 tahun bisa berbeda dengan anak 5 tahun. Anak usia 2 tahun lebih membutuhkan pendekatan fisik seperti pelukan atau pengalihan, sedangkan anak usia 4–5 tahun bisa diajak berdiskusi ringan setelah emosinya mereda.
Mengatasi Tantrum Anak Balita dengan Pendekatan Ilmiah
Sains parenting menunjukkan bahwa tantrum bukan perilaku buruk, melainkan reaksi normal terhadap stres atau frustrasi. Sistem pengatur emosi pada otak balita belum berkembang sempurna.
Dengan pendekatan ini, mengatasi tantrum anak balita bukan lagi soal mengontrol, melainkan mendampingi. Orang tua bisa mengajarkan teknik pernapasan sederhana, mengenalkan kosakata emosi (“marah”, “sedih”, “kecewa”), dan memberikan contoh bagaimana cara menenangkan diri.
Contoh Kasus Anak Tantrum dan Solusi yang Efektif
Bayangkan seorang anak berusia 3 tahun menangis keras karena tidak boleh makan permen sebelum makan malam. Alih-alih marah atau langsung membiarkannya, orang tua bisa mengambil langkah-langkah berikut:
- Menurunkan posisi tubuh sejajar mata anak
- Mengatakan, “Kamu kesal karena belum boleh makan permen ya?”
- Menawarkan opsi lain seperti, “Kita makan dulu, setelah itu bisa pilih satu permen ya”
Contoh seperti ini adalah salah satu dari banyak kasus anak tantrum dan solusinya yang menunjukkan pentingnya empati dan konsistensi.
Penutup: Hadapi Tantrum dengan Empati, Bukan Emosi
Hadapi Tantrum dengan Empati, Bukan Emosi
Tidak ada orang tua yang sempurna, dan tantrum bukan tanda
bahwa kita gagal. Justru melalui tantrum, kita belajar menjadi pribadi yang
lebih sabar, lebih bijak, dan lebih sadar bahwa anak sedang butuh bantuan.
Dengan memahami cara menghadapi anak tantrum
dan strategi yang tepat, kita bisa menjadi pendamping emosi yang dibutuhkan
anak bukan sekadar penonton, apalagi hakim.
Hadapi dengan
empati, bukan dengan emosi. Karena anak yang dimengerti, akan lebih mudah
ditenangkan.
Ya setelah memiliki banyak anak baru mengerti arti empati.. Tapi sering juga emosi
BalasHapusHadapi dengan empati bukan emosi. Setuju banget dengan statement ini kak. Seringkali memang anak tantrum juga membuat emosi kita sih. Tips ini sangat jitu terutama untuk keluarga muda. Terima kasih sharingnya.
BalasHapusKalo baca teorinya gini keliatannya mudah banget menghadapi anak tantrum. Tapi prakteknya Masya Allah, wkwkwk. Selain butuh empati, orang tua juga harus sadar bahwa ikut tantrum bukanlah solusi. Perlu belajar lebih lagi nih.
BalasHapusMenghadapi anak tantrum memang menguji emosi dan kesabaran sekali, apalagi kalau di tempat umum uuuhhh. Walau kadang suka diliatin orang karena kadang suka ku diamkan dulu ketika dia tantrum biar keluar emosinya dulu baru bisa masuk untuk memvalidasi emosinya
BalasHapus